Menulislah, maka orang tahu bahwa aku pernah hidup. ~Ustd. Abdul Somad, LC, MA~

Saturday, January 26, 2019

Membangun Kualitas Sekolah Peradaban

MEMBANGUN KUALITAS SEKOLAH PERADABAN

oleh

SYIFA AULIA NURAZIZAH
SMAIT Al Kahfi Islamic Boarding School Bogor 
X IPS 2 (2018/2019)


Selayaknya tiang, wanita diibaratkan sebagai penyangga yang dapat menegakkan sebuah masyarakat. Ini berarti keberadaan kaum wanita baik dan buruknya, sangat menentukan eksis tidaknya sebuah masyarakat atau negara, mengingat bahwa wanita, terutama dalam kedudukannya sebagai ibu berperan sangat penting dalam membentuk dan membangun sosok suatu generasi. Wajar jika dalam pandangan Islam, sosok ibu diposisikan sebagai figur sentral pendidikan dengan menjadikannya sebagai madrasah pertama bagi anak. Seorang anak harus mendapatkan pendidikan pertama minimal tentang cara berperilaku di kehidupan sehari-hari dari ibunya sendiri. Jangan sampai anak mendapatkannya dari orang lain atu parahnya tidak mendapatkan sama sekali (Komunitas Perempuan Peduli Keluarga). Oleh karena itu, untuk membangun generasi yang cerdas dan berakhlak diperlukan pula ibu yang cerdas dan berakhlak.

Dalam perkembangan generasi, ada masa-masa tertentu yang rawan dan perlu upaya penanganan khusus, khususnya masa remaja. Menurut Hurlock (2011) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan pada awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja, Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress). Ciri khas fase remaja ialah tidak terlepas dari pencarian identitas diri karena ketika seseorang telah menginjak usia remaja maka secara alami seseorang tersebut akan mulai mencari potensi dirinya, mencari tahu di bagian masyarakat mana yang dapat menerima dirinya, serta menyesuaikan diri dengan masyarakat (Hurlock, 2011).

Pencarian identitas diri pada remaja timbul akibat kesadaran bahwa mereka tidaklah sama dengan orangtua mereka. Selama masa kanak-kanak mereka cenderung berpikir dan bertingkah laku seperti apa yang dilihat dan dirasakan yang biasa disebut pola berpikir konkret. Seiring berjalannya waktu serta kemampuan otak untuk berpikir yang juga semakin berkembang maka mulai muncullah beberapa penolakan terhadap pola pikir yang mereka gunakan selama masa kanak- kanak sehingga timbul keinginan untuk mencari jati diri mereka sendiri. Hal ini merupakan akibat dari otak yang berusaha memaksimalkan kemampuan pola berpikir abstrak. Jika sudah masuk tahap dewasa maka pola berpikir akan berubah menjadi pola berpikir filosofis dan idealis.

Dewasa ini, remaja menjadi objek yang dianggap menguntungkan. Mampu bekerja secara efisien dan produktif serta mampu menanggulangi permasalahan yang muncul di masa yang mendatang itulah harapan bagi remaja saat ini. Dunia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020-2030 yaitu terjadinya ledakan usia produktif yang dianggap mampu memajukan peradaban dunia. Hal ini menuntut remaja untuk berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis merupakan proses manusia yang selalu berpikir meningkatkan dan memperbarui kualitas berpikirnya.

Gambar 1 Grafik Transisi Demografis

Gambar 2 Grafik Penduduk Indonesia Saat Bonus Demografi

Dari  dua grafik tersebut dapat terlihat tingkat kerendahan dan ketinggian pertumbuhan penduduk. Indonesia saat ini menempati stage 2 (Data Badan Pusat Statistik) artinya Indonesia berada pada tingkat kematian lebih rendah daripada tingkat kelahiran yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan penduduk alami sedang atau tinggi (Lucas dalam Mantra, 2007). Oleh karena itu, remaja Indonesia harus disiapkan sedini mungkin agar siap mengahadapi tahap demi tahap dari transisi demografis ini.
Era bonus demografi membutuhkan remaja yang memiliki kualitas tinggi dalam hal berpikir kritis. Namun yang terjadi saat ini ialah perusakan kualitas pola pikir remaja. Padahal masa remaja adalah masa emas yang seharusnya otak dibangun dengan pola pikir yang matang baik dibangun secara internal serta didukung pembangunan pola pikir secara eksternal. Remaja harus mampu mencari sendiri potensi yang tersimpan di dalam dirinya, sebaliknya saat ini sedikit remaja yang mau melakukan hal tersebut karena kebanyakan remaja hanya berusaha mengikuti tren yang ada, mengikuti streotipe di masyarakat tentang perilaku yang dilakukan oleh remaja pada umumnya tanpa berusaha mengenali dan mengembangkan dirinya lebih jauh.

Streotipe masyarakat yang mengatakan bahwa remaja harus seperti ini, harus seperti itu berdampak pada ketakutan remaja dalam mengembangkan pola pikir kritis dan mengenali potensi dirinya. Remaja takut menjadi ‘berbeda’. Padahal streotipe masyarakat tidak sepenuhnya benar. Perihal etika dan moral, remaja dianggap identik dengan kenakalan dan pergaulan yang buruk. Faktanya pendidikan di masa kanak-kanaklah yang mempengaruhi kehidupan di masa remaja. Apabila pendidikan etika ditanamkan sejak kecil berikut pendidikan yang mengembangkan pola pikir maka saat remaja cenderung tidak melakukan perbuatan yang melanggar etika (Hakim, 2011).

Kita dapat melihat contoh nyata dari pengaruh pendidikan di masa kanak - kanak terhadap kehidupan saat remaja. Jepang telah menerapkan pendidikan ketika dan moral sejak dini pada generasinya. Nilai etika dan moral sangat dijunjung tinggi baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, anak-anak di Jepang diajari berperilaku mandiri dan bertanggung jawab, maka tak heran jika jarang ditemukan jasa pengasuh anak di Jepang. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh pendidikan ketika dan moral saat usia dini (Jessica, 2017). 

Selain berkaca dari pola pengasuhan generasi di Jepang, ada pula Siti Huma Hatun, Ibu dari Mehmed Alfatih Sang Pembebas Kota Konstantinopel yang berhasil membangun kepribadian baik pada diri Alfatih sejak kecil. Tidak hanya etika berperilaku tetapi beliau juga menanamkan rasa tanggung jawab serta jiwa kepemimpinan yang berdampak pada tingginya kualitas pola berpikir kritis Mehmed Alfatih. Hal inilah yang membawa Alfatih berhasil membebaskan kota Konstantinopel pada usia 21 tahun. Peran Siti Huma Hatun dibantu ayahanda Mehmed Alfatih yaitu Sultan Murad II. Walaupun Alfatih merupakan anak seorang sultan, tidak semat-mata mengandalkan berlimpahnya kemudahan yang tersedia. Alfatih kecil juga sudah mulai dipersiapkan untuk melanjutkan mimpi besar Kerajaan Turki Utsmani yaitu membebaskan Konstaninopel. (Baca Fatih 1453,Felix Siauw

Perilaku remaja seharusnya juga dibantu pembangunannya oleh faktor dari luar. Namun, pada kenyataannnya faktor dari luar sedikit yang membangun dan banyak merusak perilaku remaja yang seharusnya jika tidak dirusak maka akan berperilaku sesuai yang diajarkan sejak kecil yaitu beretika dan bermoral. 

Contoh yang dapat kita ambil misalnya dari dunia hiburan. Remaja memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh dunia hiburan. Oleh karena itu, dunia hiburan selain menghibur seharusnya juga dapat menambah wawasan.Tidak jarang ditemukan aksi pornografi terselubung nyaris di setiap situs hiburan yang dampaknya meski tidak secara langsung tetapi berpengaruh besar terhadap pemikiran alam bawah sadar remaja. Perusakan pola pikir lewat aksi pornografi dapat dengan mudah ditemukan langsung di sekitar kita seperti berita tentang beredarnya video mesum dua pelajar asal Karawang, padahal aktor perempuan dalam video tersebut merupakan mantan finalis Mojang Karawang yang bersekolah di salah satu sekolah favorit di kota tersebut (Salam, 2018).

Begitu juga aksi kekerasan yang terselip hampir di semua game yang seharusnya menghibur tetapi malah membentuk generasi yang tidak mengenal kehalusan berperilaku. Pemahaman alam bawah sadar, tidak akan muncul sebelum dipupuk semakin banyak. Pengaruhnya akan muncul setelah alam bawah sadar memengaruhi otak. Seperti yang dikatakan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, dalam kasus pornografi jika alam bawah sadar telah memengaruhi otak maka otak akan mengalami penurunan pola pikir sehingga otak akan menciut yang lama-kelamaan tidak bisa digunakan untuk berpikir lagi (Nasrullah, 2018).

Masalah lainnya, dengan kemudahan yang diberikan internet dalam menampilkan segala informasi justru kadang membunuh pola pikir kritis remaja bahkan hampir semua keperluan digantungkan pada kemudahan akses internet. Padahal internet bukan semata-mata satu-satunya sumber untuk berkreasi.  Hal ini berdampak pada remaja saat ini yang cenderung tidak peka. Pada saat bonus demografi berlangsung nanti, dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kualitas daya pikir kritis tinggi agar bisa membawa perbaikan peradaban.

Saat ini, fenomena remaja minim etika dan menganggap keisengan yang berlawanan dengan etika tersebut sebagai hiburan sudah dianggap sebagai kewajaran. Inilah  merupakan salah satu contoh perusakan pola pikir remaja. Saat ini di Indonesia sedang banyak terjadi rentetan peristiwa kematian pada remaja yang disebabkan keisengan oleh teman sebaya. Hal ini bisa jadi disebabkan remaja yang tidak berpikir panjang akan akibat dari perbuatannya.  Salah satunya pada kasus Sandy, remaja yang baru menginjak usia 21 tahun harus meregang nyawa di hari ulang tahunnya karena dikerjai oleh teman-temannya dengan cara diikat di tiang listrik kemudian disirami air (Perilaku Iseng Remaja Berujung Kematian, Liputan6.com, 2017).

Kenakalan remaja atau penyimpangan sosial yang dilakukan remaja tidak lepas dari peran wanita sebagai Almadrasatul Al-ula atau sekolah pertama bagi anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sudah dimulai sejak dalam kandungan. Seorang ibu yang sedang mengandung harus menjaga lisannya, pikirannya, dan segala tingkah lakunya agar anak yang dilahirkannya nanti sesuai seperti apa yang diharapkan yaitu beretika dan bermoral serta mampu memiliki pandangan yang kritis.

Seperti yang sudah dikatakan di paragraf sebelumnya bahwa anak-anak memiliki pandangan konkret yang berarti saat anak-anak melihat, mendengar, dan mengamati maka mereka akan mempraktikkannya langsung. Hal ini berdampak besar bagi kehidupan saat remaja. Perbuatan orangtua, khususnya ibu yang notabene paling banyak berkontribusi dalam kegiatan mengasuh anak, harus terdidik dan tidak sembarangan memberikan contoh.

Di tengah-tengah keadaan dunia ketika masyarakat saat ini sulit untuk menemukan titik terang atas setiap permasalahan yang terjadi maka remaja diharapkan mampu mengatasinya di masa mendatang. Remaja yang mendapat pola pendidikan yang baik dari ‘sekolah pertama’-nya maka bisa diyakinkan untuk berpikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar.

Wanita menjadi faktor penggerak utama dalam membangun generasi. Karena ia melahirkan generasi, wanita pun menjadi tumpuan peradaban. Mendidik bagi wanita sama dengan membangun generasi. Pembangunan generasi penting agar terjadinya keberlanjutan peradaban. Jangan sampai peradaban punah apalagi yang punah adalah peradaban Islam hanya karena tidak ada lagi remaja yang menggerakkan peradaban.

Di Indonesia kita bisa mengambil ilmu dari tokoh yang biasa disapa dengan Ummu Balqis. Kegiatan sehari-harinya mengisi seminar parenting, seminar pranikah, dan seminar seputar pendidikan dalam rumah tangga. Beliau juga sudah menerbitkan buku seputar pendidikan anak yang berjudul Bukan Ibu Biasa  dan menjadi founder Bengkel Diri, sekolah nonformal untuk wanita. (Rahayu, 2016).

Meski berkarir, hal ini tidak menjadikan peran Ummu Balqis sebagai ibu melemah dalam mendidik anak. Beliau beranggapan kecerdasan otak anak, dan kebaikan berperilaku dilahirkan dari sosok ibu yang cerdas pula. Wanita pun harus bahagia saat mendidik anak agar di masa remaja saat proses pencarian identitas berlangsung anak tidak melakukan masalah yang disebabkan rusaknya moral karena tidak bahagia semasa kecilnya (Anonim, 2018).

Peradaban Islam juga tak lepas dari peran muslimah tangguh. Tak heran Islam saat itu menjadi khoiru ummah yang memimpin seluruh peradaban di dunia hingga berabad-abad. Tokoh-tokoh seperti Mehmed Alfatih, Ibnu Batuttah, Alkhwarizmi, Imam Syafii, dan Ibnu Rusyd tentu bukan jadi hebat dengan sendirinya.

Ibu Imam Syafii harus mengirimkan anaknya ke Madinah saat masih kecil. Beliau meyakini bahwa harus ada andil dari wanita dalam membangun generasi yang dapat menggemilangkan Islam. Ibunda dari Ibnu Batuttah juga tak kalah hebatnya, beliau mampu membangun rasa haus akan ilmu dalam diri anaknya, sehingga hingga kini belum ada penjelajah yang dapat menandingi Ibnu Batuttah.
(Anonim, 2017).

Dari berbagai pemaparan di atas, hal-hal yang perlu dilakukan wanita ketika akan membangun generasi demi terciptanya bonus demografi yang terbaik dan beradab bisa dimulai sejak sebelum menikah. Hal pertama yang dilakukan ialah memperbaiki kepribadian diri sendiri, disertai penyesuaian gaya hidup dengan nilai-nilai Islami. Tidak mungkin nilai-nilai Islam bertentangan dengan etika dan moral. Kemudian wanita harus berhati-hati memilih pendamping hidup, hal ini disebabkan madrasah pertama tidak bisa berjalan tanpa kepala. Di samping itu seorang ibu hendaknya mengetahui konsekuensi untuk terus menjaga amanahnya agar terhindar dari kerusakan moral, tren global negatif, dan nilai-nilai yang dapat merusak bonus demografi.


Daftar Pustaka 

Hakim, Aceng Lukmanul. (2011). Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas I Sekolah Dasar di Kabupaten dan Kota Tangerang. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol 17, No 1. Diunduh daring 12 Januari 2019 https://media.neliti.com/media/publications/ 121714ID-pengaruh-pendidikan-anak-usia-dini-terha.pdf.

Hurlock, B. Elizabeth. (2011). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Pidarta, Made. (1997). Peranan Ibu dalam Pendidikan Anak. Jurnal Ilmu Pendidikan No 4, Jilid 4. Diunduh 12 Januari 2019 https://media.neliti.com/media/publications/102716-ID-peranan-ibu-dalampendidikan-anak.pdf.

Santrock, John W. (2011). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.



Daftar Referensi

Anonim. 2017. Kisah Hidup dan Riwayat Keilmuan Imam Syafi’i. Diakses 12 Januari 2019 https://islamislami.com/2017/12/27/kisah-hidup-dan-riwayatkeilmuan-imam-syafii/.

Anonim. 2018. Ummu Balqis: Kecerdasan Anak Tumbuh Dari Lingkungan Yang Cerdas. Diakses 12 Januari 2019 https://minanews.net/ummu-balqiskecerdasan-anak-tumbuh-dari-lingkungan-cerdas/.

Anshory, Siti Nafidah. 2011. Ibu Tangguh, Arsitek Generasi Unggul. Diakses 12 Januari 2019 http://hiwarmaftuh.blogspot.com/2011/12/ibu-tangguh-arsitekgenerasi-unggul.html.

Jessica. 2017. Berkaca dari Sistem Pendidikan Anak di Jepang, untuk Anak Lebih Mandiri dan Kreatif. Diakses 12 Januari 2019 https://www.educenter.id/berkaca-dari-sistem-pendidikan-anak-di-jepanguntuk-anak-lebih-mandiri-dan-kreatif/.

Nasrullah. Yahya G. 2018. Kemen PPPA Tegaskan Bahaya Pornografi Narkotika Lewat Mata. Diakses 12 Januari 2019 https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2018/03/18/138152/kemen-pppa-tegaskan-bahaya-pornografi-narkoba-lewat-mata.html. 

Rahayu, Silvia. 2016. Bukan Ibu Biasa. Diakses pada 12 Januari 2019 https://diskusiemakkekinian.wordpress.com/2016/08/18/bukan-ibu-biasa/. 

Salam. Bram. (2018). Pelaku Wanita di Video Mesum, Mantan Finalis Mojang Karawang. Liputan6.com. 


Sumber Gambar

Gambar 1. Diunduh 11 Januari 2019 dari https://www.google.com/search?q=grafik+transisi+demografis.  
Gambar 2. Diunduh 11 Januari 2019 dari https://www.google.com/search?q=grafik+transisi+demografis  ox- .

No comments:

Post a Comment